Kejahatan Siber Merebak: Lindungi Data dan Informasi

Merespons maraknya kasus cyber crime atau kejahatan siber, Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Bantul mengadakan Bimbingan Teknis (bimtek) Literasi Digital di Balai Desa Kalurahan Poncosari pada Rabu (18/6/2025) dengan tema Mendeteksi Cyber Crime dan Cara Mengatasinya. Acara ini mengundang pakar kejahatan siber, Dyan Galih, sebagai narasumber dan dihadiri oleh pamong kalurahan Poncosari, masyarakat umum, serta karang taruna.

 

Di samping meningkatkan kesadaran masyarakat terkait jenis dan bentuk kejahatan siber, bimtek ini bertujuan untuk meningkatkan literasi digital sehingga dapat mengenali potensi kejahatan siber dan berhati-hati dalam penggunaan teknologi. Bimtek ini juga sekaligus bentuk sinergi pemerintah dengan publik untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan dini dengan harapan meminimalisir kejahatan siber.

 

Pada awal paparan materi, narasumber menjelaskan framework 3P. Dalam upaya menangani kejahatan siber, kerangka People, Process, Platforms menjadi strategi kunci yang menekankan pentingnya kolaborasi antara SDM yang andal, prosedur penanganan yang jelas dan cepat, serta pemanfaatan teknologi yang tepat guna. Ketiganya harus berjalan seiring untuk mendeteksi, merespons, dan mencegah serangan siber secara efektif demi menjaga keamanan data.

 

Serangan siber menargetkan banyak media mulai dari email, nomor telepon, medsos, akun perbankan, device, website, dan lain sebagainya. Metode serangan siber pun bermacam-macam, yang paling populer di antaranya ransomware, spoofing, phishing, hijacking. Di masa mendatang, metode serangan akan makin beragam dengan semakin berkembangnya teknologi deepfake dan kecerdasan artifisial atau AI.

 

Banyak serangan siber diawali dengan adanya kebocoran informasi baik disengaja atau tidak. Dyan mencontohkan banyak pihak mengunggah data berisi informasi sensitif seperti NIK atau tanggal lahir di platform sharing pdf yang rawan disalahgunakan untuk kejahatan perbankan. Demikian juga di platform lain seperti saat menerima pesan scam di Whatsapp.

 

“Kadang orang juga tidak mau mengaku, katanya klik link terus uangnya hilang. Padahal habis klik link pasti disuruh mengisi data-data, OTP,” tuturnya.

 

Selain faktor kebocoran data, hal-hal yang kita tampilkan di medsos, baik disengaja atau tidak, juga bisa menjadi celah kejahatan siber. Pengumpulan informasi melalui sumber terbuka disebut dengan open source intelligence.  

 

“Jangan overshare, batasi siapa yang bisa melihat medsos kita. Kalau install aplikasi pakai aplikasi resmi. Dan yang pakai Android bisa diaktifkan bagian install unknown apps, itu udah 50% aman,” pesan Dyan. (Jhn)