Sandiman, Peran Penting di Balik Mempertahankan Kedaulatan Negara

Ketika Agresi Militer Belanda ke-II menggempur Yogyakarta, lantas Serangan Umum 1 Maret dilakukan sebagai respons untuk mempertahankan ibukota negara, ada peran penting para sandiman yang mengabarkan pada dunia bahwa eksistensi Indonesia masih ada.

 

Pesan penting ini lah yang hendak disampaikan dalam napak tilas peringatan HUT ke-76 persandian Republik Indonesia yang juga bertepatan dengan HUT Badan Siber dan Sandi Negara (1/ 4). Diikuti oleh 80 peserta, rombongan dilepas oleh Kabid Keamanan Informasi dan Persandian Diskominfo Provinsi DIY, Drs. Sayuri Egaravanda, S.Kom.

 

Sebelum memulai napak tilas, Drs. Sayuri Egavaranda, S.Kom mengingatkan kembali kenapa titik pemberangkatan Rumah Sandi menuju Markas Banaran dipilih sebagai jalur napak tilas. Rumah Sandi yang terletak di Samigaluh, Kulonprogo, adalah saksi sejarah para personil sandi dalam mempertahankan kedaulatan negara pada tahun 1948.

 

 

“Rumah Sandi waktu itu dijadikan markas darurat oleh para personal sandi. Dari Rumah Sandi, mereka berjalan ke arah barat menuju Markas TB Simatupang di Banaran. Waktu itu, TB Simaputang adalah Wakil Kepala Staff Angkatan Perang atau bisa dibilang orang kedua setelah Jenderal Sudirman,” tutur Sayuri Egaravanda.

 

Di Markas Banaran, sejumlah strategi mempertahankan kedaulatan negara tercetus. Salah satunya adalah Serangan Umum 1 Maret. Berita ini lantas disebarkan sandiman dari Markas Banaran menuju Stasiun Radio AURI PC-2 Playen sebelum diteruskan ke PDRI Sumatera Barat. Berita ini terus berlanjut ke Aceh, Rangon, hingga New Delhi. Dari New Delhi, berita Serangan Umum 1 Maret akhirnya didengar oleh Markas PBB.

 

Begitu PBB mendengar berita Serangan Umum 1 Maret, berlangsunglah konsolidasi bahwa Republik Indonesia masih ada. Hal ini juga menegaskan bahwa Agresi Militer yang dilakukan Belanda gagal menguasai Indonesia kembali.